13 February 2009

GY

Banyak orang yang sedih dan 'nelongso' melihat kondisi Arema saat ini. Kalah 2 kali beruntun, di kandang 'ongis' kalah 0-1 dari rival Persik Kediri, dan ketika away ke Palembang dihajar SFC 4-0 tanpa ampun. Ada orang yang bilang apes karena dalam 2 pertandingan itu Arema bukannya tidak punya peluang, ayas sendiri lebih banyak bungkam dan memendam kekecewaan sendiri dalam hati. Bukannya apa-apa, selain menjadi bahan ledekan nawak-nawak di pergaulan, ayas masih belum mengerti akibat dari keterpurukan Arema saat ini.

Ayas tidak meragukan loyalitas anggota skuad 'ongis nade'. Tidak ada seorang pemain pun yang ingin tim yang dibelanya kalah, hal yang sama juga dialami pelatih...tidak ada yang ingin anak asuhnya kalah. Namun bila flash back sedikit ke pertandingan-pertandingan yang telah dijalani Arema sejak ditangani Gusnul Yakin, ada sedikit keraguan dengan kemampuan Gusnul Yakin dalam mengolah strategi. Kita harus jujur mengakui, bahwa permainan Arema sejak ditangani Gusnul Yakin terbilang tidak istimewa. Sebagian pengamat menyalahkan bahwa pemain-pemain yang ada sekarang bukan pilihan Gusnul Yakin sendiri. Tapi ingat, ketika pelatih bergabung di tengah-tengah masa kompetisi maka pelatih itulah yang harus beradaptasi dengan materi pemain, bukan sebaliknya. Serangan-serangan Arema lebih banyak masuk kategori 'menyerang tanpa pola', hal yang aneh buat ayas.

Pemain yang membela Arema sekarang bukan pemain kelas dua, walaupun mayoritas dihuni pemain berusia muda mereka adalah pemain yang memang level superliga. Maka jika menyalahkan manajemen yang dianggap tidak mengamodasi keinginan Aremania untuk merekrut pemain 'berkualitas' dan menyalahkan pemain yang dianggap tidak 'sepenuh' hati adalah kesalahan besar. Itu sama saja anda menyepelekan kualitas pemain Arema. Tengok saja materi tim Arema sekarang sebenarnya tidak kalah, di posisi bek tengah Suroso dan Ahmad Jufrianto adalah bek level nasional bahkan Ahmad Jufrianto sempat menjadi langganan tim nasional. Di kanan dan kiri ada Erick Setiawan yang levelnya juga bek sayap dengan reputasi nasional, ada Zulkifli, bahkan yang terakhir comeback dari cedera Alex Pulalo, ada Richie Pravita yang menjadi bek tim nasional U-21, yang terakhir muncul nama Benny Wahyudi yang permainannya menjanjikan. Ditengah tak ada yang meragukan kemampuan 2 anggota tim nasional Arif Suyono dan Fandi Muchtar, ada nama-nama lain seperti Sembiring, Hendra Ridwan, bahkan cadangan abadi seperti Roni Firmansah dan Bachtiar yang musim lalu bersinar. Di depan walaupun sendirian, Pato Morales bisa dimaksimalkan dengan Ranu Trisasongko yang dipinjam Persema.

Bicara pemain memang rumit, karena pemilihan pemain adalah selera pelatih. Hampir sama dengan masakan, pemain ibarat bahan masakan sedangkan strategi adalah bumbunya. Jika diracik dengan baik, bisa menghasilkan masakan yang 'maknyus', jika tidak....akan menjadi hambar, pahit, terlalu pedas, dan menjadi masakan yang tidak laku atau tidak layak konsumsi.

Maka....Sosok yang paling bertanggung jawab atas kondisi Arema saat ini adalah Gusnul Yakin. Ia terbukti miskin kreasi dan improvisasi. Ia tidak bisa memaksimalkan potensi 'semangat muda' para pemain Arema menjadi kekuatan yang menakutkan. Ia tidak menggabungkan kekuatan pemain asing dengan pemain lokal. Walaupun asli kera Ngalam, tidak ada ciri-ciri pemainan khas Ngalam dalam skema permainannya. Ia tidak bisa mengoptimalkan materi pemain yang ada, tidak mampu menambahkan bumbu strategi yang tepat kedalam racikan tim yang ditanganinya. Jangankan mendapatkan kemenangan, permainan Arema saat sama sekali tidak bisa dinikmati pecinta sepakbola manapun !. Dan itu murni kesalahan dari seorang Gusnul Yakin !

Tulisan ini bukan tulisan yang bersifat pribadi kepada Gusnul Yakin. Tak ada yang meragukan kemampuan Gusnul Yakin sebagai pelatih yang sarat pengalaman. Pelatih ini sukses membawa Persibo sebagai tim yang menakutkan di kancah divisi Utama. Persiba Balikpapan dan bahkan Arema di masa lalu pun pernah ia tukangi. Tapi menurut ayas alangkah baiknya jika beliau mundur saja, sudah cukup 'lead time' yang diberikan kepada beliau untuk berprestasi. Mungkin Gusnul Yakin tidak cocok sebagai pelatih tim super liga, hanya cocok untuk level divisi utama, tidak kapabel untuk menangani tim dengan ekspektasi suporter yang sedemikian tinggi. Satu lagi yang sedikit mengganggu adalah, walaupun saya tahu fisik manusia adalah anugerah Tuhan dan itu 'memang sudah dari sononya', namun saya selalu terganggu setiap kali melihat wajah Gusnul Yakin di bench saat pertandingan, wajahnya tidak mencerminkan optimisme bahkan cenderung memelas dan pesimis.......

Salam Satu Jiwa

Comments :

0 comments to “GY”

Post a Comment

Link

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Arema Singo Edan